Minggu, 13 Juni 2010

Belega, Desa dengan Berkah dari Bambu


Belega, Desa dengan Berkah dari Bambu

JIKA kita bertolak dari pusat kota Kecamatan Blahbatuh, Gianyar ke timur sekitar 1 km, di sepanjang jalan akan kita jumpai berbagai produk kerajinan yang terbuat dari bambu. Berbagai bentuk kerajinan seperti kursi, meja, gazebo, lampion, meja, tempat tidur dan aneka kerajinan lainnya dapat dijumpai pada bangunan yang terpampang di pinggir jalan. Semua hasil seni kerajinan bambu tersebut merupakan hasil olahan tangan terampil dan kreativitas seni masyarakat Desa Pakraman Belega.

Belega memang terkenal dengan kerajinan bambunya. Dengan mengandalkan krajinan bambu masyarakat setempat mendapatkan berkah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Bahkan, keberadaan kerajinan bambu ini telah mampu mengangkat nama Desa Belega ke kancah pasar nasional dan internasional. Berbagai produk kerajinan yang dihasilkan oleh masyarakat dijual ke luar wilayah Bali, bahkan ke luar negeri. Perkembangan yang cukup pesat ini merupakan hal yang tidak diduga. Pasalnya, di Desa Pakraman Belega yang luasnya sekitar 55 km2 di mana sekitar 40 persennya merupakan lahan pertanian, tidak ditemukan pohon bambu. Dengan mengandalkan bambu pasokan dari luar daerah hasil kerajinan Belega mampu bertahan sebagai satu-satunya perolehan ekonomi masyarakat Belega.

Bendesa Desa Pakraman Belega Wayan Suletra mengatakan, meski di kawasan Belega tidak banyak dijumpai tanaman bambu, segala jenis kerajinan dari bambu dapat dijumpai dan merupakan penghasilan dari masyarakat.

Kerajinan bambu berkembang pesat di Belega, pertama kali dikenalkan oleh tiga tetua masyarakat Belega di tahun 1960 yakni Mangku Delem, Wayan Renu dan Wayan Pugeh. Berawal dari pembuatan kursi dengan bambu tutul yang diperoleh dari Negara, kerajinannya berupa kursi bambu kian berkembang. Berdirinya Hotel Bali Beach, Hotel Bali Hayatt sangat erat kaitannya dengan perjalanan kerajinan bambu ini. Hasil kerajinan kursi bambu Belega dipergunakan di hotel-hotel tersebut. Selain itu kursi bambu ini juga menjadi pilihan dari Bung Karno untuk menghiasi Istana Tampaksiring.

Keberadaan Desa Pakraman Belega juga sebelumnya tidak terlepas dari daerah agraris. Lahan persawahan yang prioritas ditanami padi tumbuh sebagai andalan dari masyarakat. Namun, sejak berkembangnya kerajinan kursi bambu, sektor pertanian seakan kehilangan generasi. Saat ini, yang bekerja sebagai petani dengan menggarap lahan sekitar 40 persen dari luas wilayah Desa Pakraman 55 km2. Itu pun hanya orang tua saja. Mereka yang muda sudah tidak melirik sektor pertanian untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Kebanyakan dari warga Belega memilih bekerja pada sektor kerajinan terutama kerajinan bambu.

Krama Desa Pakraman Belega tersebar di Banjar Jasri dengan jumlah 125 krama, Banjar Belega Kanginan sebanyak 128 krama, Banjar Kebon Kaja sebanyak 136 krama, dan Banjar Kebon Kelod sebanyak 129 krama. Dengan mengandalkan penghasilan dari kerajinan bambu mereka mampu melaksanakan pembangunan di desa pakramannya melalui urunan krama karena desa ini tidak mempunyai laba (tanah desa) baik laba pura kahyangan maupun laba banjar.

Selain dari urunan krama pengarep, proses pembangunan di desa dan Pura Kahyangan Tiga diperoleh dari hasil keuntungan LPD yang kini asetnya mencapai Rp 2 milyaran. Sumbangan pihak ketiga yang berupa bantuan PHR dari pemerintah dan uang masuka duka dari pendatang, membantu pembangunan di desa ini. Sebagai tempat yang strategis, berada di antara kota Kabupaten Gianyar dengan kota Kecamatan Blahbatuh, Belega menjadi pilihan bagi pendatang untuk bertempat tinggal.

Bendesa Suletra mengatakan saat ini di wawengkon Desa Pakraman Belega terdapat tiga tempekan krama tamiu (blok warga pendatang) yang terdiri atas tempekan Multi Arsani Permai dengan jumlah 64 KK, tempekan Puri Belega Indah sebanyak 72 KK, dan tempekan Kelapa Gading sebanyak 80 KK.

Tidak adanya tanah laba juga merupakan permasalahan bagi desa pakraman yang rencananya membangun pasar desa. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya masyarakat Belega datang ke pasar Blahbatuh.

* a.dharmada

Sumber: Bali Post Sabtu Umanis 14 April 2007

Tidak ada komentar:

Posting Komentar